Aku duduk sendirian di warung pempek kesayangan di sekitar Pasar Pangkalan Balai, menyusuri aroma lezat pempek yang menggoda perutku. Sore cerah ini, cahaya matahari menyentuh wajahku dengan lembut, menciptakan perasaan hangat dalam hati. Sambil menyeruput es teh manis dingin, pikiranku melayang jauh, membawa aku ke dalam dunia imajinasi.
Aku, Maya, seorang perempuan muda usia 25 tahun, bangga dengan akar suku Melayu Banyuasin yang kental dalam diriku. Tempat ini, Pangkalan Balai, merupakan bagian dari jiwaku. Pandanganku terfokus pada kehidupan sehari-hari di sekitar pasar. Orang-orang sibuk bertransaksi, tertawa, dan mengobrol, menciptakan suasana yang hidup dan berwarna.
Namun, dalam kedamaian suasana itu, aku tak bisa mengabaikan realitas pahit yang kadang menyelinap ke dalam hidupku. Pengalaman masa lalu membuatku sadar betapa pentingnya kewaspadaan terhadap lelaki yang hanya pandai berdusta. Lelaki-lelaki seperti itu telah mencoba memainkan hatiku, membuatku terjebak dalam jaringan tipu daya.
Dengan setiap gigitan pempek yang kusantap, rasa percaya diriku semakin bertumbuh. Aku berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku tak akan lagi mau dibodohi oleh lelaki yang hanya ingin mencari kesenangan sesaat. Sambil mengamati langit yang semakin oranye menjelang senja, aku merenung tentang nilai-nilai dan impianku.
Aku ingin lebih dari sekadar sekilas tatap mata, aku ingin orang yang menghargai keberadaanku dan kisah hidupku. Aku tak lagi akan membiarkan kata-kata manis merayu telingaku tanpa bukti nyata. Kini, aku memilih untuk mengejar impian-impianku dengan penuh keyakinan dan hati yang utuh.
Jadi, meski sore ini cerah dan hatiku hangat, aku tetap waspada. Aku, Maya, tak akan lagi dibodohi oleh lelaki pendusta. Aku siap mengukir jalan hidupku sendiri, berdiri teguh dengan kepercayaan pada diriku sendiri dan kemampuanku untuk menentukan nasibku sendiri (***)
Posting Komentar