Aku Bukan Pilihanmu


Aku berbaring di ranjang putihku, merenung dalam kegelapan kamar. Di usiaku yang baru menginjak 25 tahun, aku merenungkan tentang dinamika hubungan dan perasaan yang datang dengan menjalani kehidupan di lingkungan yang terkadang sulit diprediksi.

Dalam kegelapan yang menenangkan, aku teringat akan kata-kata "Engkau bukan pilihanku." Frasa itu terlontar dari bibirnya tanpa peringatan, menghantam hatiku seperti badai yang mendadak datang. Aku, Maya, perempuan Melayu Banyuasin, terkadang harus menghadapi kenyataan bahwa tidak semua hubungan akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Saat aku berbaring di ranjang ini, aku merenungkan tentang bagaimana perasaan terhadap seseorang tidak selalu sejalan dengan niat kita. Terkadang, kita menemui seseorang yang menarik perhatian kita, tetapi mereka mungkin tidak merasakan hal yang sama terhadap kita. Itu adalah bagian dari hidup, meskipun tidak selalu mudah diterima.

Namun, sambil melihat langit-langit kamar, aku juga merasa kuat dan percaya diri. Aku tahu bahwa bagaimanapun juga, aku memiliki kendali atas perasaan dan pilihanku sendiri. Meskipun kata-kata itu terdengar menyakitkan, aku tidak akan membiarkan diriku merasa rendah diri. Aku tahu bahwa aku memiliki nilai dan keunikan yang tak ternilai, dan aku tidak perlu mendapatkan persetujuan atau pilihan dari siapa pun untuk memvalidasi diriku.

Di tengah keheningan malam, aku merasa semakin dekat dengan diriku sendiri. Aku memutuskan untuk merangkul diriku sepenuhnya, dengan segala kelebihan dan kekuranganku. 

Di ranjang putih ini, aku merasa kuat dan penuh potensi. Aku, Maya, perempuan Melayu Banyuasin, mengangkat kepala dengan percaya diri, siap untuk mengejar impianku dan menerima perjalanan hidup yang tak selalu lurus. Aku tidak akan membiarkan kata-kata atau pilihan orang lain menghalangi aku dalam meraih apa pun yang aku inginkan (***)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama