Aku duduk santai menghadap jalan, mataku menerawang ke arah gemerlap kota yang masih jauh. Kota Pangkalan Balai, tempat yang kukenal sejak kecil, kini menjadi medan pemikiranku yang penuh pertanyaan. Di usiaku yang menginjak 25 tahun, aku tak bisa menghindar dari pertanyaan, "Kapan Pangkalan Balai-ku akan semaju kota lainnya?"
Jalan Merdeka di depanku adalah getaran kehidupan sehari-hari. Kendaraan melintas dengan cepat, menghubungkan kami dengan dunia luar. Namun, terkadang aku merasa seperti kami terjebak dalam ritme yang sama, sementara kota-kota lain terus berkembang dengan pesat.
Suku Melayu Banyuasin adalah akarku, yang memberi identitas dan kekuatan. Aku merenung tentang bagaimana kami dapat mempertahankan budaya dan warisan kami sambil tetap membuka pintu bagi inovasi dan perubahan. Aku ingin melihat kota ini tumbuh dengan bangga, menjadi pusat inovasi dan kemajuan, bukan sekadar tempat tinggal.
Sambil menghirup udara sore yang segar, aku membayangkan kawasan perumahan yang modern, taman-taman hijau yang indah, dan pusat-pusat hiburan yang menarik. Aku ingin melihat Pangkalan Balai memiliki peluang kerja yang beragam sehingga generasi muda kami tak perlu lagi merantau jauh untuk menggapai impian.
Namun, aku juga tahu bahwa perubahan bukanlah sesuatu yang instan. Ia memerlukan waktu, usaha bersama, dan kesatuan visi. Aku berharap bahwa kami, generasi muda Pangkalan Balai, dapat menjadi pionir dalam mengubah arah masa depan kota kami. Aku ingin kami bersatu, bekerja bersama untuk merangkul perubahan dan menghadapinya dengan semangat.
Ketika matahari mulai tenggelam, aku tetap duduk di tempatku, penuh harapan. Aku, Maya, perempuan Melayu Banyuasin, siap untuk mengambil peran dalam mengubah takdir kota ini. Meskipun mungkin belum sekarang, aku percaya suatu hari nanti, Pangkalan Balai-ku akan semaju dan sejajar dengan kota-kota lainnya, menjadi tempat yang kami semua banggakan (***)
Posting Komentar