Aku duduk di Taman Kota (Tamkot) Pangkalan Balai, menikmati senja yang tenang sambil merenungkan tentang pengaruh budaya patriarki dalam pengambilan keputusan perempuan. Di usiaku yang baru menginjak 25 tahun, aku mulai menyadari bagaimana budaya ini dapat membentuk pandangan dan tindakan kami sebagai perempuan Melayu Banyuasin.
Pandangan matahari yang redup mengingatkanku pada cerita-cerita nenek moyangku. Budaya patriarki telah mengakar kuat dalam masyarakat kami, di mana peran dan keputusan perempuan sering kali diletakkan di bawah laki-laki. Aku merasa bahwa walaupun kami telah melangkah maju dalam banyak hal, namun pengaruh budaya ini masih terasa kuat dalam cara kami memandang diri kami sendiri.
Saat aku melihat sekitar taman yang ramai, aku menyadari betapa pentingnya memahami dan mengatasi dampak dari budaya patriarki. Terlalu sering, keputusan besar dalam kehidupan perempuan masih ditentukan oleh pandangan laki-laki, baik itu dalam keluarga, karir, atau masyarakat. Meskipun kami memiliki suara dan pandangan kami sendiri, terkadang rasa takut untuk berbeda atau melanggar ekspektasi budaya menghambat kami.
Namun, aku juga merasa ada perubahan perlahan dalam cara kami memandang diri kami sebagai perempuan. Generasi muda semakin menyadari pentingnya kesetaraan dan hak-hak yang setara. Aku melihat banyak perempuan di sekitarku yang mulai melawan norma-norma lama, berani mengambil keputusan sendiri, dan mengejar impian mereka tanpa terkekang oleh budaya patriarki.
Saat angin senja menyapu wajahku, aku merasa semangat untuk berkontribusi dalam meruntuhkan batasan-batasan ini. Aku ingin menjadi contoh bagi generasi perempuan berikutnya bahwa kita dapat mengambil alih kendali atas hidup kami sendiri, memutuskan langkah-langkah besar yang akan kami ambil. Aku percaya bahwa jika kami bersama-sama berdiri menghadapi budaya patriarki, kami bisa menciptakan masa depan di mana perempuan memiliki kekuatan penuh untuk mengambil keputusan yang memengaruhi hidup kami.
Dalam cahaya senja yang semakin redup, aku berjanji pada diriku sendiri untuk terus berjuang dan melawan pengaruh budaya patriarki. Aku, Maya, perempuan Melayu Banyuasin, ingin membebaskan diriku dan sesama perempuan dari belenggu norma lama, sehingga kami bisa meraih impian kami dengan keberanian dan keyakinan (***)
Posting Komentar